
Ketika membicarakan sepeda fixed
gear, atau yang lebih umum dikenal dengan panggilan sayangnya, “Fixie”,
seringkali kita menjumpai adanya miskonsepsi yang cukup umum (khususnya di Indonesia),
namun cukup mengganggu para penggiat fixed gear. Banyak orang, apabila ditanya
mengenai definisi sepeda fixed gear akan memberikan jawaban sebagai berikut: “Fixie
itu sepeda yang tidak menggunakan rem. Modelnya sepeda balap, menggunakan
warna-warna yang di mix-and-match sehingga terlihat kreatif dan menarik.”
Kurang lebih seperti itu. Bahkan banyak orang yang menggunakan fixie (atau
merasa menggunakan fixie)-pun memiliki pengertian yang kurang tepat ini.
Bahkan ada juga buku/artikel yang
menggunakan definisi seperti ini untuk menjelaskan mengenai sepeda fixed gear.
So, marilah kita klarifikasi dan merevisi pengertian yang meleset ini.
note: Penjelasan
berikut jauh dari lengkap dan mendalam, tapi seharusnya cukup untuk menjelaskan
dasar pemahaman Fixed Gear sendiri.
Back To Basics
Fixed Gear sendiri adalah nama yang
cukup harafiah, ini bukan julukan, nama keren, atau singkatan. Fixed =
terpaku/tidak bergerak/paten dan Gear = gigi/gir. So logically Fixed
Gear adalah gir yang tidak bergerak, kurang lebih begitu pengertiannya.
Okay, so di mana letak
kesalahannya?
Untuk menjawab itu, pertama kita
harus lihat dasar mekanisme sepeda.
Secara simple, yang menggerakan
sebuah sepeda (ataupun kendaraan lain) adalah bagian yang disebut “Drivetrain.”
Drivetrain sendiri sebenarnya adalah
gabungan berbagai komponen yang saling terhubung dan merupakan dasar sistem
penggerak sepeda, yang terdiri dari pedal, lengan crank (crankarm),
gir depan(chainring), gir belakang (cog), dan tentunya rantai
(chain).
Gabungan komponen di bagian pedal
dikenal sebagai “Crank” atau “Crankset”, yaitu pedal, crankarm,
dan chainring. Lalu rantai akan melingkari chainring dan mengikatnya
dengan cog yang terhubung dengan roda belakang.
Ketika pedal diinjak, crankarm akan mengikutinya,
memutar chainring yang tertempel, yang kemudian menarik rantai yang juga
otomatis mengajak cog untuk berputar, dan karena ia menempel pada roda
belakang, berputarlah roda itu dan meluncurlah kita. Simple mechanism, yang
kurang lebih tidak pernah berubah sejak diciptakannya sistem ini.
Kesederhanaan sistem ini membawa
sebuah kendala. Keterikatan semua komponen drivetrain ini adalah yang membuat
logika “memutar pedal maka roda belakang pun berputar” bisa berjalan. Dengan
logika yang sama, artinya selama roda belakang berputar, pedal pun akan
berputar.
Kenapa begini? karena semua komponen
drivetrain ini terikat mati satu sama lain, tanpa ada pergerakan bebas.
Alhasil, gir belakang yang hanya berputar mengikuti putaran rantai atau roda
dikenal sebagai “Fixed Gear.” Pedal diputar ke depan, roda belakang
berputar ke depan. Pedal diputar ke belakang, roda berputar ke belakang. Dan
demikian juga sebaliknya.
Karena relasi antara kaki, crank,
rantai, dan roda belakang yang menjadi “satu kesatuan” ini, maka untuk mengatur
laju kecepatan perputaran roda pun bisa dikendalikan oleh otot kaki kita
sendiri. Bahkan untuk menghentikan sepeda secara total pun bisa dilakukan
dengan sepeda fixed gear tanpa menggunakan bantuan rem pada umumnya. Jadi
penggunaan rem pada sepeda fixed gear menjadi sebuah pilihan optional, apakah
pengendara ingin lebih aman dengan memasang rem atau cukup percaya diri dengan
kemampuannya menghentikan sepeda dengan kekuatan kaki semata. Mekanisme ini berbeda
dengan rem “Torpedo,” yang akan dijelaskan setelah ini.
Sekitar 20 tahun setelah diciptakan
sistem “chaindrive” fixed gear ini, muncul sebuah teknologi baru yang dikenal
sebagai “Freewheel”, atau secara harafiah, “Roda Bebas.”
Freewheel ini sendiri adalah sistem
gir belakang yang memberikan kebebasan roda belakang berputar secara independan
dari pedal. Jadi ketika pedal diputar, rantai dan roda belakang akan mengikuti
seperti biasa, namun ketika kaki berhenti memutar pedal, rantai ikut berhenti
bergerak, gir belakang pun berhenti memutar, tapi roda belakang tetap bisa
berputar sesuai momentum. Bisa dibilang drivetrain freewheel hanya terkunci
searah saja.
Karena roda belakang kini tidak
terkunci mati dengan perputaran pedal, pengguna sepeda bisa lebih nyaman
bersepeda, dengan menggunakan teknik “coasting.” (Melaju tanpa
terus-terusan memutar pedal) Freewheel inilah yang lebih sering kita jumpai di
sepeda-sepeda modern dan segala bentuknya, dari sepeda anak-anak hingga sepeda
Tour de France.
Tadi sempat dimention, sistem rem “Torpedo”,
yaitu sepeda yang remnya menggunakan metode injak pedal. Rem torpedo sendiri
dipasang pada sepeda yang berbasis freewheel, dan menjadi bagian internal dari
hub roda belakang. Sepeda torpedo bisa diidentifikasi dari sebuah tuas kecil
yang keluar dari hub belakang dan “diikat” pada chainstay frame sepeda. Sekilas
sepeda torpedo bisa terlihat seperti sebuah sepeda fixed gear yang
breakless/tanpa rem, namun karena drivetrainnya berbasis freewheel, ia tidak
akan dikategorikan ke dalam sepeda fixed gear.
Setelah penjelasan panjang lebar
ini, kita akhirnya (phew!) sampai ke inti permasalahannya.
Sepeda Fixed Gear/Fixie/Doortrap
adalah sepeda yang drivetrainnya tidak menggunakan freewheel. Sesimple itu.
Semua bentuk sepeda, semua warna, apapun fungsinya, ukuran dan jumlah rodanya,
merknya, mau pake rem ataupun ngga, dll, dapat dikategorikan menjadi sepeda
fixie ketika drivetrainnya menggunakan sistem fixed/tanpa freewheel. Titik.
Coasting is comfortable, so why
choose Fixed Gear?
Biasanya, mengikuti perkembangan
jaman dan teknologi-teknologi baru membawa kemudahan dan kenyamanan bagi kita.
Jadi kenapa dunia Fixed Gear dengan mekanismenya yang “jadul” kian digemari?
Bukankah sebuah sepeda modern dengan freewheel akan jauh lebih nyaman
digunakan? Jawaban dari pertanyaan terakhir tadi adalah Ya dan Tidak. Ya,
sepeda dengan freewheel akan lebih nyaman karena kaki kita tidak “diwajibkan”
ikut berputar seiring laju sepeda. Kalau kaki capek, istirahat sebentar ngga
masalah, roda akan terus berputar. Dengan fixed gear, kaki mau ngga mau ikut
berputar terus, yang berpotensi cukup mengerikan saat kita menghadapi medan
yang turunannya curam. Dengan sistem fixed gear otomatis kita tidak memiliki
akses ke “ganti gigi”, jadi pemilihan kita untuk ukuran chainring dan cog
mendikte seberapa berat/entengnya kayuhan sepeda kita dalam kondisi apapun.
Ratio besar yang enak dibuat ngebut, begitu ketemu jalanan berbukit, akan
membuat kita menyesali pilihan kita. Begitu pula sebaliknya.
Terus? Di mana menariknya fixed
gear? Untuk pertanyaan yang ini, kita harus bercermin dan menjawabnya sendiri.
Tidak ada jawaban yang pasti kenapa pemilihan fixed gear ini bisa dianjurkan.
Ada yang bilang sepeda fixed gear lebih efisien, karena mekanismenya yang
sederhana, tenaga kita tidak terbuang sia-sia menggerakkan komponen-komponen
sepeda “bergigi” yang lain (more on that later.) Ada yang suka menantang diri
dengan membuang kenyamanan-kenyamanan modern dan perasaan sense of
accomplishment yang terkait dengan itu. Dan juga ada yang merasa dengan sistem
fixed gear kita mendapatkan perasaan lebih menyatu dengan sepeda kita, dan kita
dapat sepenuhnya merasakan kendali atas sepeda kita. And of course, some
are into it for the looks. Dengan minimalisme komponen, sepeda fixed gear bisa
menjadi sebuah object yang sangat bersih dan cantik untuk dilihat.
Namun apapun alasan atau argumen
yang ingin dilontarkan, the best way to know why you should ride fixed is to go
out and do it. Ketika kita menduduki saddle dan mengayuhkan pedal untuk
momen-momen awal yang canggung, pelan-pelan meningkatkan percaya diri untuk
terus memutar pedal, semakin kencang, semaking imbang, angin mulai
menenggelamkan suara-suara lain di telinga, dan kita bisa merasakan kenikmatan
melaju tanpa basa-basi mesin, motor, kabel, batere, bensin; hanya kaki kita
yang menempel pada pedal, ban sepeda menempel di jalanan, dan kita sepenuhnya
dalam kendali, di saat itu kita tahu bahwa inilah kenikmatan bersepeda yang
paling murni.
Atau tidak.
Semua ini subyektif, ada orang yang
akan menyukai sensasi mengayuh dengan fixed gear, dan akan ada orang-orang yang
membencinya dengan sepenuh hati. Itulah kenyataan. But give it a try, siapa
tahu fixed gear bisa menjadi passion terbesar di hidupmu!
Ride Hard, Ride Safe.
Kevin Oei // Life Behind Bars
read more @ http://lbbjkt.tumblr.com/post/11861302324/penjelasan-umsingkatmengenai-fixed
0 komentar:
Posting Komentar